Berbicara peternakan, maka tidak akan jauh dari definisi hewan dan
urusannya. Perkembangan peternakan saat ini sangat dipengaruhi lebih
besar oleh faktor ekonomi dibanding oleh faktor teknis peternakan itu
sendiri. Berbagai tantangan dan permasalahan muncul seiring dengan
meningkatnya trend kebutuhan masyarakat akan pemenuhan aspek pangan asal
hewan. Dalam beberapa dekade terakhir tantangan utama dalam bidang
peternakan adalah lebih pada bagaimana tatakelola peternakan nasional
baik dimulai dari hulu sampai hilir. Tatakelola Peternakan yang saat ini
dilakukan oleh pemerintah Indonesia lebih pada bagaimana memenuhi
permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan pasar
dalam negeri sebaiknya dipenuhi oleh kapasitas produksi peternakan dalam
negeri, namun pada saat ini kenyataannya sebagian besar pasar dalam
negeri banyak dipenuhi dari pasokan luar negeri ( impor). Hal ini banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam negeri itu sendiri yang kurang
memperhatikan potensi dan peningkatan kapasitas pengembangan peternakan
dalam negeri itu sendiri. Bisa kita ambil contoh, potensi plasma nutfah
bibit ruminansia( hewan besar seperti sapi, kerbau, kambing, domba,dll)
di Indonesia sangat melimpah dan variatif. Namun potensi ini hanya
sebagian kecil yang menjadi perhatian pemerintah. Pengembangan kearah
terciptanya peniNgkatan produksi atas bibit tersebut sebagian besar
hanya sebatas penelitian dan impelemntasi kebijakan, namun tidak fokus
pada program peningkatan skill budidaya masyarakat lokal. Selain itu,
semakin majunya perkembangan pasar dan adanya tuntutan global, mendorong
banyaknya pemain pasar peternakan besar mengambil kesempatan untuk
memberikan kemudahan dalam pemenuhan aspek kebutuhan atas produk pangan
asal hewan. Jalan pintas yang saat ini diambil karena ketidakmampuan
atas ketersediaan kapasitas produksi lokal bahan pangan asal hewan
(terutama daging) adalah dengan melakukan berbagai inisiasi pemenuhan
produk pangan asal hewan yang berasal dari luar negeri (impor).
Kesempatan yang sangat luas dan terbuka lebar yang diberikan oleh
pemerintah, mendorong berbagai pihak terutama pemain/pedang besar
melakukan opsi importasi besar-besaran dalam rangka memenuhi permintaan
dan kebutuhan pasar dalam negeri. Pada saat ini, masyarakat dituntut
untuk memilih memenuhi kebutuhannya dengan produk pangan asal impor,
namun sebagian masyarakat masih meyakini bahwa produk pangan asal lokal
masih mempunyai kepercayaan tersendiri dikalangan masyarakat tertentu.
Disisi lain, tantangan yang harus menjadi perhatian adalah pada jalur
hulu peternakan Indonesia. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap
pengembangan dan pembinaan peternak lokal menjadi faktor lemahnya
advokasi dan kepedulian terhadap peningkatan kapasitas produksi
peternakan. Aplikasi terkait good farming practices (Cara beternak yang
baik) kurang diterapkan secara maksimal dan terintegrasi kepada peternak
lokal dan kecil, kebanyak perhatian atas pembinaan dan edukasi ini
hanya intensif diberikan pada peternak besar dalam rangka peningkatan
produksi dalam negeri maupun untuk eksportasi. Pembinaan secara serentak
dan menyeluruh terhadap sistem manajemen mutu budidaya peternakan belum
secara konsep maupun teknis diterapkan dalam pengelolaan budidaya
peternakan di Indonesia.
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam tantangan peternakan saat
ini adalah terkait ketersediaan bahan baku pakan dan pakan hewan.
Meskipun sumberdaya alam Indonesia sangat melimpah, tidak menjadikan
Indonesia sebagai salah satu lumbung bahan baku pakan dan pakan hewan.
Seharusnya dengan potensi tersebut Indonesia mampu mengambil peran
terutama dalam penyediaan pakan dalam negeri. Namun pada kenyataannya,
eksplorasi dan pemberdayaan bahan baku pakan dan pakan asal lokal belum
menjadi prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak bagi
peternakan di Indonesia. Budidaya Bahan baku pakan dan pengolahan pakan
Masih terbatas hanya skala rumah tangga oleh masyarakat peternak lokal.
Kurang dibekalinya pembinaan,sosialisasi dan advokasi diseluruh peternak
lokal dengan regulasi dan pedoman teknis serta kurang didukung oleh
edukasi dan ketersediaan teknologi baik informasi dan sarana pengolahan
bahan baku pakan yang mudah, terjangkau dan modern menjadikan efisiensi
dan efektifitas terhadap pengolahan pakan menjadi tidak maksimal dan
hanya seadanya saja. Hal ini sangat memprihatinkan sehingga kualitas dan
mutu pakan yang dikonsumsi oleh ternak-ternak lokal menjadi rendah dan
peningkatan pertumbuhan berat badan ternak menjadi tidak signifikan.
Dalam pengelolaan dan pengolahan pakan mandiri oleh peternak lokal,
selain hal yang telah disebutkan diatas, maka hal lain yang menjadi
kesulitan peternak ialah tingginya harga bahan baku tambahan pakan
seperti obat, vitamin dan mineral yang tidak bisa dijangkau secara
langsung Oleh peternak. Pemberdayaan bahan baku asal lokal belum secara
maksimal menjadi perhatian pemerintah, hal ini dibuktikan hampir 90%
bahan baku pakan baik utama maupun penunjang masih dipenuhi oleh bahan
baku impor. Adanya kesenjangan dan kesempatan kurang potensialnya
pemenuhan bahan baku pakan dan pakan ternak lokal, memicu pengusaha dan
pedang besar mengambil porsi yang sangat besar dalam penyediaan bahan
baku pakan dan pakan ternak untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Sebagian besar penyediaan bahan baku pakan dan pakan banyak dikuasai
oleh peternak besar dengan mendirikan unit usaha pengolahan pakan
mandiri skala besar yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peternakan
kalangan mereka sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan
pasar luar negeri. Dalam hal ini peternak lokal dengan plasma nutfah dan
keterbatasan pakan yang tinggi, menuntut mereka mengambil alternatif
lain dalam peningkatan kapasitas produksi dengan mengikuti trend saat
ini yaitu menggunakan bahan pakan jadi yang diproduksi oleh pengusaha
atau peternak besar yang melakukan pengolahan pakan. Tingginya harga
pakan jadi tidak menjadikan seluruh masyarakat peternak memilih
menggunakan pakan tersebut. Yang saat ini ditempuh oleh peternak lokal
dengan keterbatasan biaya pengadaan pakan hanya mengambil langkah
alternatif lain yaitu dengan tetap mempertahankan cara pengolahan pakan
secara tradisional dan konvesional tanpa didukung pengetahuan dan
teknologi terkini dan modern.
Tantangaa terbesar lainnya dalam tatakelola peternakan Indonesia adalah
terkait penyakit hewan yang senantiasa tidak dapat terpisahkan oleh
apapun. Dalam bidang peternakan, penyakit hewan sudah menjadi bagian
keseharian yang sangat penting yang menentukan keberhasila peningkatan
produksi ternak itu sendiri. Secara cermat penyakit ternak sangat
bervariasi dari satu jenis ternak dengan jenis ternak lainnya dan dapat
ditularkan dari satu ternak ke ternak lainnya atau jenis lainnya.
Penyakit pada ternak sendiri, tidak dapat diprediksi secara tepat kapan,
dimana dan oleh apa pemicunya. Hal ini sangat dinamis dan banyak
dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal ternak atau hewan
itu sendiri. Faktor internal munculnya penyakit adalah kurangnya daya
tahan tubuh ternak yang sebagian besar dipicu oleh kurangnya asupan
pakan yang bergizi, kebersihan tubuh ternak yang kurang memadai,
penularan penyakit oleh ternak lainnya. Faktor eksternal yang sering
mempengaruhi adalah kondisi geografis dan iklim di Indonesia yang sangat
variatif. Dimana kita ketahui, Indonesia adalah negara tropis yang
tingkat perubahan cuaca dan kelembabannya sangat tinggi, hal ini banyak
mempengaruhi kondisi ternak dimana seperti pada musim hujan, maka
potensi terjadinya serangan wabah penyakit sangat besar. Penyebaran
penyakit menjadi sangat cepat karena didukung oleh kondisi alam seperti
banjir, angin dan cuaca lainnya. Selain itu, perdagangan ternak melalui
lalu lintas ternak diberbagai daerah yang tinggi menjadi salah satu
sarana penyebaran penyakit yang sangat potensial. Migrasi ternak dari
satu daerah ke daerah yang lain harus menjadi perhatian pada setiap
pintu-pintu masuk (entry point) agar penyebaran penyakit dapat
dikendalikan. Ketersediaan obat dan vaksin penyakit ternak memegang
peranan penting dalam pengendalian penyakit. Ketersediaan yang masih
banyak dipenuhi dari luar negeri menjadikan biaya dan harga obat-obatan
ternak menjadi mahal. Kapasitas produksi obat hewan dalam negeri yang
belum mencukupi pasar lokal serta distribusi obat hewan yang belum
merata menjadikan penanggulangan dan pencegahan penyakit hewan belum
dapat seutuhnya ditangani dan dikendalikan. Selain itu, keterbatasan
tenaga medis dan tenaga kesehatan hewan menjadi tantangan tersendiri
dalam pengelolaan manajemen pengendalian dan pemberantasan penyakit
hewan. Dibutuhkan organisasi kesehatan hewan dan sumberdaya manusia yang
memadai ditinngkat daerah dengan didukung oleh regulasi,komitmen dan
kebijakan yang strategis pada tiap daerah dan wilayah dalam rangka
melakukan pengendalian dan pemberantasan penyakit pada ternak. Terkait
masalah adanya penyakit menular yang berpotensi menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya (Zoonosis) harus menjadi perhatian semua pihak.
Pemasukan dan perdagangan ternak dari saat daerah ke daerah lain harus
memperhatikan aspek tersebut sehingga potensi penularan dapat
diminimalkan. Maraknya kebijakan importasi ternak maupun hasil ternak
menjadi salah satu alternatif masuk penyakit hewan ke dalam wilayah
Indonesia, apabila tidak menggunakan kaidah pengkajian atas risiko apa
saja yangn terjadi apabila dilakukan importasi tersebut, maka potensi
penularan penyakit dari luar kedalam wilayah Indonesia sangat besar.
Berdasarkan informasi dari lembaga kesehatan hewan dunia
(OIE/Organization Internationale des Epizootica) menginformasikan bahwa
diberbagai wilayah belahan dunia atau negera tertentu masing-masing
memiliki riwayat penyakit hewan yang berbeda-beda dan bervariasi dan
apabila lalu lintas antar negara dibuka maka potensi Risiko penularan
penyakit hewan sangat tinggi. Perlu aspek kehati-hatian dalam mengambil
pilihan dan kebijakan dalam melakukan importasi ternak maupun bahan
pangan asal ternak. Akibat dan efek yang terjadi apabila terjadi wabah
penyakit yang disebabkan oleh penularan penyakit tersebut adalah
berdampak pada masalah ekonomi nasional yang dapat mempengaruhi usaha
peternakan nasional. Apabila terjadi wabah penyakit yang menyebabkan
tingkat kesakitan dan kematian yang tinggi sehingga produksi ternak
menurun secara drastis, maka yang mengalami kerugian secara ekonomi
tidak hanya peternak besar namun peternak kecil juga merasakan dampak
dari kerugian skala nasional tersebut.
Aspek lain yang menjadi tantangan adalah pengelolaan dan distribusi
rantai pemasaran hasil peternakan. Pada saat ini, perkembangan rantai
hilir peternakan sudah sangat maju dan hal tersebut banyak dibuktikan
dengan bermunculan berbagai produk olahan asal pangan hewan yang sudah
banyak menghiasi pasar nasional. Berbagai pihak berlomba-lomba untuk
menciptakan dan membuat produk pangan asal hewan yang inovatif dan
efisien sesuai kebutuhan masyarakat saat ini. Tak dipungkiri geliat
usaha pengolahan bahan pangan asal hewan sudah mulai berkembang pesat
dan menjamur baik skala besar maupun skala kecil. Pengolahan pangan asal
hewan skala besar banyak dikuasai oleh hanya sekelompok kalangan
tertentu dan berbanding terbalik dengan kondisi industri pengolahan
pangan asal hewan skala kecil. Pengusaha skala besar memiliki sumberdaya
yang sangat memadai dengan ditunjang oleh sumberdaya manusia yang
kompeten dalam melakukan proses produksi pengolahan bahan pangan asal
hewan. Namun sebaliknya usaha skala kecil memiliki keterbatasaan yang
sangat besaar baik dalam aspek manajemen pengolahan, pembiayaan,
sumberdaya manusia dan sarana. mereka melakukan kegiatan pengolahan
hanya dengan menggunakan sarana terbatas. Hal ini harus menjadi
tantangan pemerintah bagaimana melakukan pemberdayaan dan pemanfaataan
terhadap potensi usaha skala kecil. Kurangnya edukasi dan pembinaan
menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Pemberian informasi
dan kesetaraan pelayanan ditingkat pemerintahan harus dilakukan kepada
usaha skala besar maupun skala kecil.
Dalam hal pemenuhan rantai distribusi bahan pangan asal hewan menjadi
aspek yang sangat penting dan signifikan. Rantai distribusi menjadi
salah satu penentu aspek ekonomi yang kritis. Dimana bisa kita amati,
kenaikan harga bahan pangan asal hewan bisa terjadi karena rantai
distribusi yang panjang. Banyaknya berbagai pihak yang terlibat dalam
rantai tersebut menyebabakan biaya (cost) yang dikeluarkan dalam rangka
mencapai konsumen semakin besar. Pihak yang sangat diuntungkan dalam hal
ini adalah usaha-usaha yang dapat mengelola rantai pasar tersebut baik
dari hulu maupun sampai hilir secara mandiri. Mereka mengelola rantai
pasar pangan asal hewan dengan manajemen mandiri yang dapat memperkecil
biaya distribusi yang dikeluarkan. Sebaliknya usaha-usaha kecil hanya
mengandalkan modal dasar dan distribusi sepenuhnya dikendalikan oleh
pihak ketiga atau pihak lain yang berpotensi menyebabkan terjadi
kenaikan harga pangan asal hewan karena masing-masing pihak yang
terlibat mengambil untung yang sebesar-besarnya. Hal ini, berdampadaknya
kenaikan bahan pangan asal hewan ditingkat konsumen menjadi sangat
tinggi. Lemahnya pengelolaan rantai distribusi pasar pangan asal hewan
pada usaha skala kecil menjadi tantangan tersendiri dalam pembenahan
Manajemen distribusi pangan asal hewan. Perlu regulasi dan kebijakan
yang tegas ditingkat eksekutif agar dapat menyelamatkan usaha kecil
menengah bidang peternakan agar dapat bergerak maju dan eksis sesuai
tuntutan perubahan dan zaman.
Sumber: Mayati,Ides. 2016. Tantangan dan Permasalahan Di Indonesia. http://ldesmayanti.blogspot.co.id/2016/08/tantangan-dan-permasalahan-peternakan.html. Diakses 10 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar