Selasa, 10 Januari 2017

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN PETERNAKAN DI INDONESIA

Berbicara peternakan, maka tidak akan jauh dari definisi hewan dan urusannya. Perkembangan peternakan saat ini sangat dipengaruhi lebih besar oleh faktor ekonomi dibanding oleh faktor teknis peternakan itu sendiri. Berbagai tantangan dan permasalahan muncul seiring dengan meningkatnya trend kebutuhan masyarakat akan pemenuhan aspek pangan asal hewan. Dalam beberapa dekade terakhir tantangan utama dalam bidang peternakan adalah lebih pada bagaimana tatakelola peternakan nasional baik dimulai dari hulu sampai hilir. Tatakelola Peternakan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia lebih pada bagaimana memenuhi permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan pasar dalam negeri sebaiknya dipenuhi oleh kapasitas produksi peternakan dalam negeri, namun pada saat ini kenyataannya sebagian besar pasar dalam negeri banyak dipenuhi dari pasokan luar negeri ( impor). Hal ini banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam negeri itu sendiri yang kurang memperhatikan potensi dan peningkatan kapasitas pengembangan peternakan dalam negeri itu sendiri. Bisa kita ambil contoh, potensi plasma nutfah bibit ruminansia( hewan besar seperti sapi, kerbau, kambing, domba,dll) di Indonesia sangat melimpah dan variatif. Namun potensi ini hanya sebagian kecil yang menjadi perhatian pemerintah. Pengembangan kearah terciptanya peniNgkatan produksi atas bibit tersebut sebagian besar hanya sebatas penelitian dan impelemntasi kebijakan, namun tidak fokus pada program peningkatan skill budidaya masyarakat lokal. Selain itu, semakin majunya perkembangan pasar dan adanya tuntutan global, mendorong banyaknya pemain pasar peternakan besar mengambil kesempatan untuk memberikan kemudahan dalam pemenuhan aspek kebutuhan atas produk pangan asal hewan. Jalan pintas yang saat ini diambil karena ketidakmampuan atas ketersediaan kapasitas produksi lokal bahan pangan asal hewan (terutama daging) adalah dengan melakukan berbagai inisiasi pemenuhan produk pangan asal hewan yang berasal dari luar negeri (impor). Kesempatan yang sangat luas dan terbuka lebar yang diberikan oleh pemerintah, mendorong berbagai pihak terutama pemain/pedang besar melakukan opsi importasi besar-besaran dalam rangka memenuhi permintaan dan kebutuhan pasar dalam negeri. Pada saat ini, masyarakat dituntut untuk memilih memenuhi kebutuhannya dengan produk pangan asal impor, namun sebagian masyarakat masih meyakini bahwa produk pangan asal lokal masih mempunyai kepercayaan tersendiri dikalangan masyarakat tertentu.
Disisi lain, tantangan yang harus menjadi perhatian adalah pada jalur hulu peternakan Indonesia. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan dan pembinaan peternak lokal menjadi faktor lemahnya advokasi dan kepedulian terhadap peningkatan kapasitas produksi peternakan. Aplikasi terkait good farming practices (Cara beternak yang baik) kurang diterapkan secara maksimal dan terintegrasi kepada peternak lokal dan kecil, kebanyak perhatian atas pembinaan dan edukasi ini hanya intensif diberikan pada peternak besar dalam rangka peningkatan produksi dalam negeri maupun untuk eksportasi. Pembinaan secara serentak dan menyeluruh terhadap sistem manajemen mutu budidaya peternakan belum secara konsep maupun teknis diterapkan dalam pengelolaan budidaya peternakan di Indonesia.
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam tantangan peternakan saat ini adalah terkait ketersediaan bahan baku pakan dan pakan hewan. Meskipun sumberdaya alam Indonesia sangat melimpah, tidak menjadikan Indonesia sebagai salah satu lumbung bahan baku pakan dan pakan hewan. Seharusnya dengan potensi tersebut Indonesia mampu mengambil peran terutama dalam penyediaan pakan dalam negeri. Namun pada kenyataannya, eksplorasi dan pemberdayaan bahan baku pakan dan pakan asal lokal belum menjadi prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak bagi peternakan di Indonesia. Budidaya Bahan baku pakan dan pengolahan pakan Masih terbatas hanya skala rumah tangga oleh masyarakat peternak lokal. Kurang dibekalinya pembinaan,sosialisasi dan advokasi diseluruh peternak lokal dengan regulasi dan pedoman teknis serta kurang didukung oleh edukasi dan ketersediaan teknologi baik informasi dan sarana pengolahan bahan baku pakan yang mudah, terjangkau dan modern menjadikan efisiensi dan efektifitas terhadap pengolahan pakan menjadi tidak maksimal dan hanya seadanya saja. Hal ini sangat memprihatinkan sehingga kualitas dan mutu pakan yang dikonsumsi oleh ternak-ternak lokal menjadi rendah dan peningkatan pertumbuhan berat badan ternak menjadi tidak signifikan. Dalam pengelolaan dan pengolahan pakan mandiri oleh peternak lokal, selain hal yang telah disebutkan diatas, maka hal lain yang menjadi kesulitan peternak ialah tingginya harga bahan baku tambahan pakan seperti obat, vitamin dan mineral yang tidak bisa dijangkau secara langsung Oleh peternak. Pemberdayaan bahan baku asal lokal belum secara maksimal menjadi perhatian pemerintah, hal ini dibuktikan hampir 90% bahan baku pakan baik utama maupun penunjang masih dipenuhi oleh bahan baku impor. Adanya kesenjangan dan kesempatan kurang potensialnya pemenuhan bahan baku pakan dan pakan ternak lokal, memicu pengusaha dan pedang besar mengambil porsi yang sangat besar dalam penyediaan bahan baku pakan dan pakan ternak untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sebagian besar penyediaan bahan baku pakan dan pakan banyak dikuasai oleh peternak besar dengan mendirikan unit usaha pengolahan pakan mandiri skala besar yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan peternakan kalangan mereka sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan pasar luar negeri. Dalam hal ini peternak lokal dengan plasma nutfah dan keterbatasan pakan yang tinggi, menuntut mereka mengambil alternatif lain dalam peningkatan kapasitas produksi dengan mengikuti trend saat ini yaitu menggunakan bahan pakan jadi yang diproduksi oleh pengusaha atau peternak besar yang melakukan pengolahan pakan. Tingginya harga pakan jadi tidak menjadikan seluruh masyarakat peternak memilih menggunakan pakan tersebut. Yang saat ini ditempuh oleh peternak lokal  dengan keterbatasan biaya pengadaan pakan hanya mengambil langkah alternatif lain yaitu dengan tetap mempertahankan cara pengolahan pakan secara tradisional dan konvesional tanpa didukung pengetahuan dan teknologi terkini dan modern.
Tantangaa terbesar lainnya dalam tatakelola peternakan Indonesia adalah terkait penyakit hewan yang senantiasa tidak dapat terpisahkan oleh apapun. Dalam bidang peternakan, penyakit hewan sudah menjadi bagian keseharian yang sangat penting yang menentukan keberhasila peningkatan produksi ternak itu sendiri. Secara cermat penyakit ternak sangat bervariasi dari satu jenis ternak dengan jenis ternak lainnya dan dapat ditularkan dari satu ternak ke ternak lainnya atau jenis lainnya. Penyakit pada ternak sendiri, tidak dapat diprediksi secara tepat kapan, dimana dan oleh apa pemicunya. Hal ini sangat dinamis dan banyak dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal ternak atau hewan itu sendiri. Faktor internal munculnya penyakit adalah kurangnya daya tahan tubuh ternak yang sebagian besar dipicu oleh kurangnya asupan pakan yang bergizi, kebersihan tubuh ternak yang kurang memadai, penularan penyakit oleh ternak lainnya. Faktor eksternal yang sering mempengaruhi adalah kondisi geografis dan iklim di Indonesia yang sangat variatif. Dimana kita ketahui, Indonesia adalah negara tropis yang tingkat perubahan cuaca dan kelembabannya sangat tinggi, hal ini banyak mempengaruhi kondisi ternak dimana seperti pada musim hujan, maka potensi terjadinya serangan wabah penyakit sangat besar. Penyebaran penyakit menjadi sangat cepat karena didukung oleh kondisi alam seperti banjir, angin dan cuaca lainnya. Selain itu, perdagangan ternak melalui lalu lintas ternak diberbagai daerah yang tinggi menjadi salah satu sarana penyebaran penyakit yang sangat potensial. Migrasi ternak dari satu daerah ke daerah yang lain harus menjadi perhatian pada setiap pintu-pintu masuk (entry point) agar penyebaran penyakit dapat dikendalikan. Ketersediaan obat dan vaksin penyakit ternak memegang peranan penting dalam pengendalian penyakit. Ketersediaan yang masih banyak dipenuhi dari luar negeri menjadikan biaya dan harga obat-obatan ternak menjadi mahal. Kapasitas produksi obat hewan dalam negeri yang belum mencukupi pasar lokal serta distribusi obat hewan yang belum merata menjadikan penanggulangan dan pencegahan penyakit hewan belum dapat seutuhnya ditangani dan dikendalikan. Selain itu, keterbatasan tenaga medis dan tenaga kesehatan hewan menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaan manajemen pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan. Dibutuhkan organisasi kesehatan hewan dan sumberdaya manusia yang memadai ditinngkat daerah dengan didukung oleh regulasi,komitmen dan kebijakan yang strategis pada tiap daerah dan wilayah dalam rangka melakukan pengendalian dan pemberantasan penyakit pada ternak. Terkait masalah adanya penyakit menular yang berpotensi menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya (Zoonosis) harus menjadi perhatian semua pihak. Pemasukan dan perdagangan ternak dari saat daerah ke daerah lain harus memperhatikan aspek tersebut sehingga potensi penularan dapat diminimalkan. Maraknya kebijakan importasi ternak maupun hasil ternak menjadi salah satu alternatif masuk penyakit hewan ke dalam wilayah Indonesia, apabila tidak menggunakan kaidah pengkajian atas risiko apa saja yangn terjadi apabila dilakukan importasi tersebut, maka potensi penularan penyakit dari luar kedalam wilayah Indonesia sangat besar. Berdasarkan informasi dari lembaga kesehatan hewan dunia (OIE/Organization Internationale des Epizootica) menginformasikan bahwa diberbagai wilayah belahan dunia atau negera tertentu masing-masing memiliki riwayat penyakit hewan yang berbeda-beda dan bervariasi dan apabila lalu lintas antar negara dibuka maka potensi Risiko penularan penyakit hewan sangat tinggi. Perlu aspek kehati-hatian dalam mengambil pilihan dan kebijakan dalam melakukan importasi ternak maupun bahan pangan asal ternak. Akibat dan efek yang terjadi apabila terjadi wabah penyakit yang disebabkan oleh penularan penyakit tersebut adalah berdampak pada masalah ekonomi nasional yang dapat mempengaruhi usaha peternakan nasional. Apabila terjadi wabah penyakit yang menyebabkan tingkat kesakitan dan kematian yang tinggi sehingga produksi ternak menurun secara drastis, maka yang mengalami kerugian secara ekonomi tidak hanya peternak besar namun peternak kecil juga merasakan dampak dari kerugian skala nasional tersebut.
Aspek lain yang menjadi tantangan adalah pengelolaan dan distribusi rantai pemasaran hasil peternakan. Pada saat ini, perkembangan rantai hilir peternakan sudah sangat maju dan hal tersebut banyak dibuktikan dengan bermunculan berbagai produk olahan asal pangan hewan yang sudah banyak menghiasi pasar nasional. Berbagai pihak berlomba-lomba untuk menciptakan dan membuat produk pangan asal hewan yang inovatif dan efisien sesuai kebutuhan masyarakat saat ini. Tak dipungkiri geliat usaha pengolahan bahan pangan asal hewan sudah mulai berkembang pesat dan menjamur baik skala besar maupun skala kecil. Pengolahan pangan asal hewan skala besar banyak dikuasai oleh hanya sekelompok kalangan tertentu dan berbanding terbalik dengan kondisi industri pengolahan pangan asal hewan skala kecil. Pengusaha skala besar memiliki sumberdaya yang sangat memadai dengan ditunjang oleh sumberdaya manusia yang kompeten dalam melakukan proses produksi pengolahan bahan pangan asal hewan. Namun sebaliknya usaha skala kecil memiliki keterbatasaan yang sangat besaar baik dalam aspek manajemen pengolahan, pembiayaan, sumberdaya manusia dan sarana. mereka melakukan kegiatan pengolahan hanya dengan menggunakan sarana terbatas. Hal ini harus menjadi tantangan pemerintah bagaimana melakukan pemberdayaan dan pemanfaataan terhadap potensi usaha skala kecil. Kurangnya edukasi dan pembinaan menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Pemberian informasi dan kesetaraan pelayanan ditingkat pemerintahan harus dilakukan kepada usaha skala besar maupun skala kecil.
Dalam hal pemenuhan rantai distribusi bahan pangan asal hewan menjadi aspek yang sangat penting dan signifikan. Rantai distribusi menjadi salah satu penentu aspek ekonomi yang kritis. Dimana bisa kita amati, kenaikan harga bahan pangan asal hewan bisa terjadi karena rantai distribusi yang panjang. Banyaknya berbagai pihak yang terlibat dalam rantai tersebut menyebabakan biaya (cost) yang dikeluarkan dalam rangka mencapai konsumen semakin besar. Pihak yang sangat diuntungkan dalam hal ini adalah usaha-usaha yang dapat mengelola rantai pasar tersebut baik dari hulu maupun sampai hilir secara mandiri. Mereka mengelola rantai pasar pangan asal hewan dengan manajemen mandiri yang dapat memperkecil biaya distribusi yang dikeluarkan. Sebaliknya usaha-usaha kecil hanya mengandalkan modal dasar dan distribusi sepenuhnya dikendalikan oleh pihak ketiga atau pihak lain yang berpotensi menyebabkan terjadi kenaikan harga pangan asal hewan karena masing-masing pihak yang terlibat mengambil untung yang sebesar-besarnya. Hal ini, berdampadaknya kenaikan bahan pangan asal hewan ditingkat konsumen menjadi sangat tinggi. Lemahnya pengelolaan rantai distribusi pasar pangan asal hewan pada usaha skala kecil menjadi tantangan tersendiri dalam pembenahan Manajemen distribusi pangan asal hewan. Perlu regulasi dan kebijakan yang tegas ditingkat eksekutif agar dapat menyelamatkan usaha kecil menengah bidang peternakan agar dapat bergerak maju dan eksis sesuai tuntutan perubahan dan zaman.


Sumber: Mayati,Ides. 2016. Tantangan dan Permasalahan Di Indonesia. http://ldesmayanti.blogspot.co.id/2016/08/tantangan-dan-permasalahan-peternakan.html. Diakses 10 Januari 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar